Sejarah bahasa Manado

Sejarah perkembangan bahasa Manado tidak lepas dari bahasa melayu yang berkembang lebih dulu di Maluku Utara. Beberapa abad yang lalu, para pedagang membawa sejenis bahasa melayu yang dikatakan "Bazaar" dari Riau dan Johor ke Maluku Utara. Para pedagang ini berasal dari Indonesia bagian barat, Sulawesi selatan dan dari Portugis, Spanyol dan Belanda. Para pedagang ini bukan penutur asli bahasa melayu, dan mereka menggunakan bahasa ini sebagai bahasa perdagangan saja. Demikian halnya juga orang Maluku Utara bukan penutur asli bahasa melayu, dan mereka tidak dapat menggunakan bahasa ini dengan sempurna dalam segala bidang. Kosa kata dan pola bahasa mereka sendiri sering dicampur-aduk dengan bahasa melayu. Gejala inilah yang dikatakan kreolisasi, yaitu proses di mana bahasa melayu ini menerima kosa kata dan pola bahasa dari berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah Ternate dan bahasa lain di Maluku Utara, dan juga dari bahasa Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain. Jadi gelombang kreolisasi bahasa Manado yang pertama ini terjadi di Maluku Utara, bukan di tanah Sulawesi Utara.

Pada tahun 1500-an, para pedagang tersebut mulai datang dari Maluku Utara ke Sulawesi Utara. Mereka menggunakan bahasa ini sebagai bahasa pengantar. Pada waktu itu juga, orang Sulawesi Utara, khususnya di daerah pesisir, mulai menggunakan bahasa ini untuk berkomunikasi dengan orang luar. Masing-masing pihak menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa kedua atau ketiga.

Waktu itu orang Sulawesi Utara yang bukan penutur asli bahasa melayu dan tidak dapat menggunakan bahasa ini secara sempurna.  Dengan munculnya bahasa melayu, maka bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Utara bercampur aduk dengan bahasa tersebut, sehingga menghasilkan bahasa yang sekarang disebut bahasa melayu Manado. Inilah proses yang sering disebut kreolisasi, gelombang atau tahap yang kedua untuk bahasa melayu Manado.

Proses-proses kreolisasi ini umum dialami di banyak tempat lain di dunia di mana satu bahasa dari luar mulai dipakai secara luas dalam masyarakat yang beranekaragam bahasa lokalnya sebagai bahasa perdagangan dan bahasa antar suku. Yang pertama adalah proses pijinizasi—yaitu, morfologi atau pembentukan kata yang disederhanakan (misalnya, awalan meng–, di– dan akhiran –kan tidak lagi dipakai, dan penggunaan kata kase dan beking diperluas; memberi makan à kase makang, memanaskan à beking panas).

Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang resmi baru ditetapkan pada abad ke–20 sebagai bahasa persatuan bangsa. Bahasa Indonesia berakar pada jenis bahasa yang dipakai oleh penutur asli dalam bidang pemerintahan dan sastra di sekitar keraton-keraton Riau dan Johor pada abad-abad lalu. Demikian juga, bahasa Manado berakar pada bahasa melayu, tetapi dari jenis dan pola penggunaannya yang berbeda. Jadi kedua bahasa ini masing-masing adalah bahasa yang berdiri sendiri, tetapi berdasarkan jenis bahasa yang berbeda.

Pada saat ini, keberadaan Bahasa Manado di Sulawesi Utara ini telah digunakan oleh samua masyarakat Sulawesi Utara, dan oleh karena itu patut dikembangkan dan dilestarikan. Tetapi sampai sekarang, tulisan dalam bahasa Manado masih sangat terbatas. Dalam era globalisasi ini, bahasa Manado perlu dikembangkan sebagai bahasa tertulis. Untuk itu, perlu adanya pembakuan ejaan secara resmi.